10 Maret 2008

Pemasaran Airline Indonesia

Kemaren, baru saja Saya pulang dari Pontianak, mengunjungi seseorang yang kebetulan sedang disana untuk menghadiri seminar, untuk berangkat Saya menggunakan pesawat Adam Air untuk berangkat dan menggunakan Sriwijaya Air untuk kembali.

Melonjaknya harga minyak dunia, membuat harga transportasi semakin mahal, termasuk juga untuk kebutuhan transportasi udara, tapi hal tersebut bukan satu-satunya masalah yang dihadapi oleh penyedia jasa transportasi udara di Indonesia, semakin banyaknya pemain-pemain didalam bisnis yang satu ini membuat perang harga tak bisa dihindari, penyedia jasa tersebut berlomba-lomba untuk memberikan harga semurahmurahnya.

Kondisi tersebut membuat pemasar pada penyedia jasa transportasi udara untuk memutar otak untuk meraup keuntungan sebanyakbanyaknya, sedikitnya ada 5 hal menarik pada airline Indonesia yang saya perhatikan yang pantas untuk ditelusuri.

Yang pertama adalah pada Adam Air dengan konsep "kemasan"-nya, kalau kita perhatikan warna orange, kuning dan hijau pada Adam Air memang sangat Eye Catchy, membuat orang sekilas menoleh pada airline yang satu ini, bahkan jika kita lihat dibandara terkadang, pegawainya dengan menggunakan warna contrast tersebut mewarnai bandara Cengkareng. Hal lainnya juga dapat diperhatikan pada website-nya dengan warna senada dan tampilan yang apik membuat orang menjadi tertarik untuk menggunakan jasa Adam Air. Lainnya, Adam Air juga melakukan Co-Branding dengan perusahaan tour dan travel, yaitu memberikan insentif kepada tour dan travel tersebut apabila konsumen menggunakan Adam Air, bahkan dibeberapa tour dan travel, warna dan tulisan "Adam Air" menghiasi plank dari tour dan travel tersebut. Untuk menyempurnakan "kemasan"-nya Adam Air menggunakan artis Krisdayanti sebagai dutanya, hal ini tidak dilakukan oleh airline lainnya. Nuansa "kemasan" ini memperlihatkan bagaimana kentalnya konsep pemasaran dari Adam Air.

Pengalaman Saya menggunakan Adam Air dari Jakarta ke Pontianak adalah Saya merasakan personelnya kurang ramah, pada saat di pesawat tidak diberikan camilan, yang kemungkinan untuk menekan cost, dan kabar dari media, kualitas pesawat dan ketepatan waktunya sangat bermasalah. Ini memperlihatkan kepuasan pelanggan yang tidak terintegrasi, mulai dari pembentukan persepsi, pada saat promosi, sampai dengan selesai konsumsi, yang seharusnya pelanggan tersebut dapat menjadi return konsumen, tetapi karena kecewa dengan kualitas, return konsumen semata-mata karena harga yang murah.


Kemudian yang menjadi perhatian konsumen 2 tahun terakhir ini adalah Air Asia, dengan konsep "murah"-nya. Air Asia adalah perusahaan tranportasi udara yang berasal dari Malaysia, ada beberapa hal yang bisa dipelajarai dari konsep "murah" Air Asia, Air Asia dapat menekan harga dengan melakukan elektronik ticketing, yaitu konsumen harus mencetak sendiri tiketnya, dengan sebelumnya melakukan pendaftaran secara online pada website-nya, yang menyediakan kemudahan pemesanan tiket. Air Asia juga tidak menentukan tempat duduk dari penumpang sehingga walaupun tidak signifikan dapat menekan harga dari hal tersebut, tetapi apabila penumpang mau jalur istimewa untuk didahulukan untuk duduk duluan Air Asia menyediakan fasilitas dengan tambahan biaya. Tapi sebenarnya konsep "murah" tersebut juga merupakan bentuk strategi pemasaran, kita terkadang melihat harga dari Air Asia yang fantastis, mencapai Rp.49.000, dimana hal tersebut mencengangkan sekaligus sulit dipercaya konsumen, tetapi dibalik harga tersebut ternyata masih ada biaya fuel surcharge, administrasi, pajak dan lainnya, yang membuat net harga tersebut tidak jauh berbeda dengan airline lainnya.

Konsep pemasaran lainnya adalah yang dilakukan oleh penerbangan kebanggan Indonesia yaitu Garuda Indonesia, dengan konsep "kenyamanan"-nya. Banyak sekali sebenarnya konsep yang digunakan Garuda untuk menggaet konsumennya, seperti frequent flyer, untuk para konsumen setianya, menggunakan terminal 2 di cengkareng, yang notabene lebih nyaman daripada terminal 1, menyediakan camilan di pesawat lengkap dengan pilihan minumannya, flight attandence-nya ramah, pada intinya adalah konsumen dibuat se-"Nyaman" mungkin menggunakan jasanya, memang dari segi biaya relatif lebih tinggi, tapi buat konsumen korporasi dan kelas menengah keatas, Garuda Indonesia menjadi pilihan yang tidak ada duanya untuk penerbangan dalam negeri.

Last but not least adalah Sriwijaya Airline, awalnya Saya yang menggunakan penerbangannya untuk Pontianak - Jakarta agak aneh melihat bagaimana cara Sriwijaya Airline dapat memberikan kualitas in-flight experience yang bagus, tetapi tetap memberikan harga murah. Ternyata yang dilakukan Sriwijaya Airline adalah melakukan co-branding dengan berjualan di pesawat. Barang-barang yang dijual cukup simple seperti minyak wangi, topi, baju, syal dan sebagainya, tetapi yang membuat menarik adalah harganya relatif terjangkau, misalnya topi hanya Rp.40.000,-. Hal ini tentunya menarik penumpang untuk membeli dan memberikan keuntungan kepada Sriwijaya, yang menjual barang murah tapi tidak murahan, menyediakan tiket murah tapi kualitas tidak murahan, hal ini dilakukan untuk menutup cost dari perjalanan pesawatnya. Pengalaman saya naik Sriwijaya tidak sedikit penumpang yang melakukan transaksi pembelian walaupun perjalanan hanya memakan waktu 1 jam 10 menit.

Hal terakhir dari strategi penjualan yang dilakukan Airline Indonesia adalah seosonal sell dan flight class, dimana hal ini untuk menjaring keuntungan yang lebih tinggi dengan harga yang fluktuatif. Seosonal sell dilakukan untuk mendapatkan keuntungan lebih tinggi dimana pada saat demand untuk pesawat adalah tinggi, yaitu pada saat liburan sekolah, ataupun libur nasional, maka airline akan menaikkan harga tiket. Sedangkan fligth class adalah sistem penjualan yang dilakukan berdasarkan kelas, dimana semakin dini pembelian maka semakin murah harga dari tiket pesawat tersebut, sehingga orang yang belakangan membeli tiket, bisa jadi mendapatkan tiket termahal dengan kualitas yang sama.

Yuda-Mar2008-Jakarta