18 Maret 2008

Budaya Malu

Hari minggu kemaren bersama seorang teman memutuskan lari pagi di Senayan, walaupun datang agak terlambat, tetapi semangat tetap membara, untuk membakar irisan lemak diperut yang tak kunjung minggat, malah semakin banyak dengan seiring jalannya waktu.

Matahari terasa terik, masyarakat sudah memenuhi pelataran lari di senayan, dengan pemandangan para penjaja dan penjual yang tidak kalah pagi untuk mengais uang. Setelah melakukan pemanasan yang kurang bermakna, mulailah kaki melangkah pelan untuk meraup keringat, tidak lama kemudian nokia berbunyi, teman lari pagi akhirnya datang, bertemu di pintu enam. Pagi itu akhirnya dilakoni dengan jalan pagi sambil mengobrol santai.

Ditengah perjalanan lari pagi tersebut, tiba-tiba melangkahlah seorang bapak yang nampaknya dari kebangsaan jepang dengan pakaian olah raga baju "you can see" dan celana pendek sepangkal paha. Bapak itu menenteng plastik kecil dan semacam garpu untuk mengambil es batu. Apa yang sedang dilakukan bapak ini? Ia menunduk dan mengambil sampah plastik dan sampah kertas yang ditemuinya dan memasukkannya kedalam plastik kecil yang ditentengnya. Pemandangan tersebut terlihat kontras, karena bapak ini melangkah dengan arah berlawanan dengan arah orang berjalan atau lari. Yang dilakukan bapak ini adalah sindiran kepada kita sebagai bangsa pemilik tempat tersebut, yang membuang sampah sembarangan. Melihat pemandangan tersebut timbul juga rasa malu, dan sedikit geli, mengapa harus orang lain yang menjaga milik kita, sudah tidak punya malu lagikah kita sampai hal seperti itu tidak bisa kita lakukan sendiri.

Yuda-Mar2008-Jakarta